Postingan ini adalah postingan lama yang saya pindahkan dari blog yang sudah mati karena gak keurus. Semoga masih bermanfaat,
Belum lama ini saya dapat info dari seorang teman yang sudah saya anggap saudara sendiri, tentang adanya terapi Oxybaric di daerah Sukabumi. Sebenarnya ini bukan terapi baru dan sudah ada di Indonesia sejak tahun 1960, tapi saya baru dengar. Dan setelah browsing-browsing dulu untuk dapat gambaran, didapatlah informasi tentang terapi hiperbarik yaitu jenis terapi oksigen murni yang konon dapat membantu mempercepat penyembuhan berbagai penyakit baik ringan maupun berat. Konon sudah banyak digunakan orang-orang terkenal di luar negeri mulai dari artis hinggal atlit baik untuk menjaga kesehatan maupun menyembuhkan cedera, seperti yang dilakukan oleh Valentino Rossi saat mengobati patah kaki kanannya.
Bedanya terapi hiperbarik di rumah sakit dan Oxybaric yang di Sukabumi ini hanya ada di medianya saja. Kalau hiperbarik yang ada di rumah sakit biasanya berbentuk tabung besar yang disebut chamber. Satu chamber bisa dimasuki beberapa orang dan setiap orang melakukan terapi dalam posisi duduk dengan memakai masker untuk menghirup oksigen murni tersebut.
Sedangkan di Oxybaric Center yang berlokasi di Jl.Cikiray KM 3.5 Kampung Cijambu Desa Gunung Jaya Kecamatan Cisaat Kabupaten Sukabumi ini, medianya menggunakan tabung kaca tebal dan orang yang diterapi berada di dalamnya dalam posisi tidur. Konon menurut Pak Steve Sugita owner Oxybaric Center, terapi dalam posisi berbaring lebih efektif karena tekanan darah di seluruh tubuh akan lebih rata saat berbaring daripada duduk.
Dan karena salah satu penyakit yang bisa dibantu kesembuhannya dengan terapi Oxybaric adalah syaraf kejepit yang kebetulan saya derita, maka saya pun tertarik untuk mencoba. Kemudian saya menelepon call centernya untuk reservasi, tetapi nomor yang 0857 2457 5869 kurang responsif dan sering tidak diangkat. Akhirnya saya berhasil mengontak nomor yang satu lagi yang 0811 888 6627 dan melakukan reservasi untuk saya, ibu saya dan adik saya.
Secara tidak diduga, kurang lebih satu jam setelah reservasi, saya ditelpon oleh owner Oxybaric Center sendiri yaitu Pak Steve Sugita. Beliau menanyakan mau berobat untuk penyakit apa. Saya pun ceritakan bahwa saya dan ibu saya punya masalah syaraf kejepit di pinggang, sedangkan adik saya punya masalah napas yang pendek sehingga sering sesak napas, serta ketegangan otot leher yang sering menyiksa.
Pak Steve pun cerita bahwa syaraf kejepit umumnya dapat disembuhkan dalam 3 hari dan 3 sesi per hari. Berarti total 9 kali terapi selama 3 hari. Sudah banyak yang sembuh syaraf kejepit mah katanya. Maka saya pun semakin yakin untuk terapi, walaupun tidak bisa 3 hari karena lagi banyak urusan, tapi Pak Steve bilang gapapa coba aja sehari 3 kali terapi dulu. Kalau terasa manfaatnya bisa dilanjutkan di lain hari.
Nah, buat yang masih ragu tentang Oxybaric, ataupun mau tanya-tanya apakah penyakitnya bisa dibantu disembuhkan dengan Oxybaric, Anda bisa tanya-tanya dulu langsung ke Pak Steve Sugita. Beliau membuka jalur khusus untuk konsultasi melalui nomor berikut.
0877 2072 7265
0851 0311 7352
0815 913 6524
Saran saya sebaiknya Anda konsultasi dulu pada Pak Steve kalau mau terapi. Saya sarankan juga telepon langsung, jangan SMS atau Whatsapp karena Pak Steve agak kesulitan kalau harus ngetik. Kalau ragu sebaiknya Anda konsultasi dulu karena ada penyakit tertentu yang sebaiknya tidak diterapi Oxybaric terlebih dahulu. Contohnya TBC.
Menurut Pak Steve, terapi oksigen murni dengan tekanan tinggi dapat beresiko menyebabkan pecahnya jaringan paru-paru yang lunak dalam kondisi terkena TB. Sehingga penderita TB sebaiknya menjalani pengobatan 6 bulan dulu dari dokter, dan kalau sudah lewat 6 bulan baru boleh diterapi Oxybaric.
Selain itu Pak Steve juga tidak bisa memberikan jawaban tentang kesembuhan suatu penyakit melalui terapi Oxybaric jika belum ada buktinya di lapangan. Misalnya ketika saya tanya apakah masalah prostat bisa disembuhkan, beliau tidak bisa memastikan karena belum pernah ada yang berpenyakit seperti itu yang datang untuk terapi ke tempat beliau. Tetapi beliau memiliki keyakinan bahwa pada dasarnya semua penyakit ada obatnya dan bisa dibantu disembuhkan melalui terapi ini.
Maka saya, ibu, dan adik saya pun berangkat pada akhir pekan menuju TKP. Perjalanan cukup mudah dan lancar karena petunjuk GPS untuk menuju lokasi Oxybaric Center yang ada di Google Map sangat akurat dan tidak menyebabkan nyasar ke rumah janda, sehingga tak ada kesulitan untuk menemukan tempatnya. Anda cari saja “Oxybaric Center Steve Sugita” di Google Map lalu ikuti navigasinya.
Kalau dari arah Jakarta, Anda akan menemukan jalan masuknya di kiri jalan tidak jauh sebelum perbatasan Kabupaten dan Kota Sukabumi. Sedangkan kalau dari arah Bandung, Anda harus melewati pusat kota Sukabumi dulu, kemudian ikuti jalur menuju Jakarta. Lalu setelah lewat perbatasan kota Sukabumi dan Kabupaten, nanti Anda akan menemui sebuah jembatan seperti foto berikut.
Ini adalah foto yang diambil dari arah Jakarta menuju Bandung |
Tak jauh dari situ, sebelum lampu merah, di kanan jalan akan ada jalan masuk yang kecil, tapi bisa masuk 2 mobil. Kalau Anda perhatikan, di tepi jalannya ada papan petunjuk berwarna hijau bertuliskan Oxybaric. Papan petunjuknya agak kecil, sehingga sebaiknya Anda bawa kendaraan agak pelan-pelan biar gak kelewatan. GPS dalam hal ini sangat akurat memberi instruksi untuk belok kanan.
Papan petunjuk dilihat dari arah Jakarta menuju Bandung |
Jalan masuknya awal-awal aspalnya masih mulus, tapi lama kelamaan jalan makin rusak dan berbatu, jadi mobil yang ceper akan agak ngesot. Semakin lama Anda akan memasuki daerah pedesaan karena letak Oxybaric Center memang di pedesaan, lokasinya kurang lebih 3.5 KM dari jalan raya. Jalurnya cukup mudah tinggal ikuti jalan atau ikuti GPS saja, maka Anda akan tiba di Oxybaric Center yang berada di kanan jalan dan di seberang kirinya terhampar pesawahan.
Sekitar pukul 11 lewat 15 menit kami tiba di sana dan langsung masuk ke parkiran yang luas, di sampingnya ada pos satpam, mushola, toilet, dan kandang berisi anjing besar, dan satu kandang lagi diisi oleh seekor anjing Siberian Husky yang tampak kesepian dan sesekali melolong sedih. Katanya sih dia sedih karena ditinggal mati pasangannya. Duh, pulangin aja ke Siberia napa?
Parkiran Oxybaric Center |
Siberian Husky yang kesepian |
Kami pun kemudian masuk ke sebuah ruangan besar dimana terdapat 5 buah tabung yang semuanya penuh terisi oleh orang-orang yang sedang terapi. Di dalam ruangan itu ada petugas penerima pendaftaran, kasir, dan juga pengawas terapi. Saya pun memberitahu petugas kalau saya sudah registrasi kemarin, lalu kami semua dites tekanan darah dan denyut nadi terlebih dahulu. Di sini juga Anda bisa melakukan pemeriksaan gula darah, kolesterol, dan asam urat dengan biaya 20 ribu saja per pemeriksaan.
Barisan tabung terapi Oxybaric |
Tetapi sepertinya walaupun sudah registrasi kalau tabung lagi penuh tetap saja kita harus antri menunggu yang lain selesai terapi. Karena itu sambil menunggu giliran kami pun makan dulu dari bekal makanan yang kami bawa. Sebenarnya sih gak usah bawa makanan pun kita gak akan kelaparan, karena ada warung-warung di samping Oxybaric Center, dan katanya sih di dapur Oxybaric Center juga kita bisa pesan makanan, tapi waktu itu saya gak lihat ada yang masak, jadinya kita makan di luar.
Dapur umum Oxybaric Center |
Kalau Anda pengen makan di restoran, maka sekitar 1,4 KM dari Oxybaric Center ada rumah makan Sunda namanya Saung Hegar. Tempatnya luas dan makanannya lumayan enak, harga juga standar, Anda bisa pilih menu satuan yang harganya murah kalau gak mau makan paketan yang agak mahalan.
Selesai makan, tiba-tiba muncul seorang bapak tua duduk di kursi roda dengan tangan cacat dan kaki penuh bekas luka bakar yang sudah mengering. Beliau tersenyum pada kami, lalu seorang petugas memberitahu kami untuk mengikuti beliau ke ruang belakang.
Ternyata beliau adalah Pak Steve Sugita, owner dari Oxybaric Center itu sendiri. Beliau dengan ramahnya bertanya pada kami barangkali ada yang mau ditanyakan pada kami tentang terapi ini. Awalnya kami sempat bingung ketika melihat kondisi tubuh Pak Steve yang cacat permanen, karena sekilas terbersit di pikiran, “Kok yang punya tempat terapinya cacat?”
Bersama Pak Steve Sugita |
Tapi pertanyaan itu kemudian terjawab setelah Pak Steve bercerita penyebab cacat tubuhnya. Beliau mengalami kecelakaan di tahun 1999 saat mobilnya yang menggunakan bahan bakas gas terbakar dan meledak. Saat di mobil, tiba-tiba beliau mendengar bunyi gas yang menyembur kencang dan tahu-tahu katanya dia cuma tinggal pakai kolor saja sedangkan pakaian dan celananya koyak semua. Ternyata mobilnya terbakar tanpa beliau sadari.
Beruntung beliau selamat. Menurut beliau mobilnya meledak setelah kira-kira 5 meter beliau berjalan untuk menyelamatkan diri. Mendengar cerita itu saya malah jadi teringat adegan di film-film action di mana sang jagoan berjalan dalam slow motion dengan background ledakan.
Kisah Pak Steve ini bisa dicari di Google dengan kata kunci “Steve Sugita”. Salah satu beritanya bisa dibaca di sini https://m.tempo.co/read/news/2003/05/01/05712000/korban-ledakan-gas-mobil-praperadilankan-kapolri
Tapi berawal dari kecelakaan itulah Pak Steve bertekad membantu orang melalui terapi Oxybaric. Karena beliau merasakan sendiri manfaat terapi hiperbarik yang membantu mengobati luka bakarnya dan memulihkan kondisinya, meskipun akibat luka parah tersebut beliau tetap cacat permanen dan sempat divonis kemungkinan hanya bisa bertahan hidup 5 hari. Tetapi ternyata beliau berhasil melewati masa kritis dan terbersitlah ide untuk membuat alat terapi hiperbarik versinya sendiri.
Selama menjalani terapi hiperbarik, Pak Steve ternyata melakukan pengamatan cara kerja alat dan terapinya sehingga beliau akhirnya membuat sendiri alat terapi hiperbarik yang beliau namakan Oxybaric dan sudah mendapatkan pengesahan dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Oya, Pak Steve orangnya senang ngobrol dan sangat detail kalau cerita. Jadi kita belum tentu bisa dapat jawaban langsung kalau tanya sesuatu, karena biasanya beliau akan cerita awalnya dulu. Ibaratnya kalau kita tanya oleh-oleh Sukabumi beli di mana, maka beliau akan cerita dulu tentang Kota Sukabumi, tentang kebiasaan penduduknya, lokasi-lokasi wisatanya, barulah masuk ke makanan khas, oleh-olehnya, dan bisa dibeli di mana.
Contoh ketika adik saya bertanya kenapa hidungnya mimisan setelah terapi, beliau cerita dulu tentang sistim pernapasan, tentang rongga hidung, hingga mekanisme terjadinya mimisan tersebut, yang kalau mau dijawab singkat mah sebetulnya tinggal bilang efek detox saja wkwkwk. Tapi bagus sih, kita jadi tahu detailnya dan jadinya kita dapat ilmu.
Pak Steve juga sangat yakin bahwa terapi Oxybaric ini sangat ajaib dan manjur menyembuhkan berbagai penyakit kronis. Tetapi meskipun demikian, tetap harus kita kembalikan semua pada Allah SWT, karena terapi ini pun hanyalah salah satu ikhtiar manusia dalam meraih kesembuhan dan kesehatan.
Satu hal yang perlu Anda tahu, bahwa tidak ada patokan pasti berapa kali terapi yang dibutuhkan hingga mendapatkan kesembuhan. Tetapi berdasarkan pengalaman di lapangan, umumnya dibutuhkan minimal 3 hari terapi dengan 3 sesi terapi per harinya untuk penyakit ringan hingga sedang. Sedangkan untuk yang berat seperti jantung, kanker, dll, minimal Anda ikut terapi selama 7 hari atau ikut paket 10 hari dulu, tapi itu pun bisa beda-beda tiap orang karena ada juga yang harus sampai berbulan-bulan terapinya. Sebagai info, Pak Steve saja menjalani terapi hiperbarik selama 2 tahun di tiga rumah sakti berbeda untuk mengobati luka bakarnya.
Saat kami berada di sana, kami sempat melihat ada kakak beradik yang terkena stroke dan ikut paket 10 hari tapi belum menunjukkan perkembangan yang signifikan, sehingga mereka memilih untuk pulang dulu. Tetapi beberapa pasien lain mengatakan mendapatkan kesembuhan yang signifikan hanya dalam beberapa kali terapi. Jadi tiap orang tetap beda-beda hasilnya.
Nah, karena terapinya mesti beberapa kali dan lokasinya lumayan jauh dari kota, apalagi dari luar kota, maka Oxybaric Center menyediakan tempat menginap yang meskipun tidak sekelas hotel bintang lima, tapi cukup bersih dan nyaman.
Daftar pasien yang menginap |
Kamar Penginapan di Oxybaric Center |
Ada dua kelas yang disewakan di sini, yaitu kamar seharga 100 ribu per hari dengan kamar mandi di luar, dan kamar seharga 150 ribu per hari dengan fasilitas kamar mandi dalam dan TV. Oh ya, di sini juga ada free wifi yang cukup kencang koneksinya, mayan buat orang-orang yang gak bisa hidup tanpa internet wkwkwk.
Tadinya kami gak mau menginap karena mau coba dulu terapi sehari 3 kali, tetapi karena ternyata gak tahan dengan efek sakit telinga pada sesi terapi pertama, akhirnya kami memutuskan untuk menginap dan melanjutkan terapi esok harinya. Detailnya saya ceritakan saat menjalani terapi.
Untuk biaya terapi Oxybaric sendiri cukup murah, yaitu Rp.120.000 per orang per sesi (satu sesi 1 jam). Tetapi karena satu tabung bisa dipakai dua orang sekaligus, maka Anda bisa membayar Rp.150.000 saja untuk terapi dua orang dalam satu tabung, tidak masalah jika penyakitnya berbeda.
Note: Ini adalah harga lama dan mungkin sekarang sudah naik |
Tetapi waktu itu saya memilih terapi sendiri karena saya pikir kayaknya akan lebih efektif kalau cuma sendirian. Sedangkan ibu saya dan adik saya ambil paket berdua, karena ibu saya takut kalau sendirian, sehingga minta ditemani adik saya.
Inilah bedanya terapi hiperbarik yang di rumah sakit dengan yang di Oxybaric Center. Kalau di rumah sakit terapi menggunakan tabung besar yang bisa dimasuki beberapa orang dan terapinya dilakukan dalam keadaan duduk menggunakan masker oksigen. Sedangkan dalam terapi Oxybaric ini kita berbaring, dan satu tabung maksimal digunakan dua orang. Tetapi tergantung ukuran badan juga sih, kalau yang badannya gede mah gak disarankan berdua dalam tabung kecuali mau berdesak-desakan kayak ikan asin.
Satu tabung bisa berdua |
Setelah ngobrol cukup lama dengan Pak Steve, maka tibalah waktunya kami dapat giliran untuk merasakan terapi Oxybaric. Kami datang jam 11 siang, tetapi dapat giliran sekitar jam satu siang karena harus antri dengan orang-orang yang datang dari luar kota maupun luar pulau.
Sekedar info, terapi Oxybaric ini katanya sudah ada cabangnya di beberapa kota seperti Jakarta, Tangerang, Bogor, dan Bandung. Tetapi biayanya berbeda tergantung lokasi. Di Bintaro konon biayanya sekitar 300 ribuan meskipun menggunakan tabung yang sama. Karena ya itu tadi, faktor lokasi juga menentukan harga.
Selain itu, menurut Pak Steve kadang orang lebih suka datang kemari jauh-jauh karena suasana pedesaannya yang lebih sejuk daripada di kota, dan menurut informasi salah satu petugas di sana, katanya bedanya dengan cabang lain adalah oksigen yang digunakan di Oxybaric Center sini digabungkan juga dengan oksigen alam.
Tapi salah satu kelebihan lainnya kalo menurut saya pribadi adalah karena pembawaan Pak Steve yang sangat ramah dan perhatian dengan para kliennya, beliau selalu mengecek perkembangan para klien yang menginap serta memberikan semangat mereka untuk sembuh.
Nah, sebelum terapi, sebaiknya beritahu petugas jika Anda baru pertama kalinya terapi Oxybaric. Karena dengan begitu mereka akan menginformasikan apa saja yang harus Anda lakukan saat terapi berlangsung.
Misalnya, jika Anda baru pertama kali, maka kemungkinan akan merasa telinga tersumbat selama 2-3 menit awal. Bahkan terasa sakit dan berdenyut seperti yang saya dan adik saya rasakan. Ini diakibatkan oleh tekanan oksigen, umumnya terjadi pada sesi pertama dan kedua saja, sedangkan sesi yang selanjutnya sudah tidak akan terasa lagi.
Untuk pemula, 1 sesi terapi durasinya 1 jam, dan dalam satu hari bisa dilakukan terapi maksimal 4 kali dengan interval 1 jam istirahat sebelum lanjut ke sesi berikutnya. Tapi kalau ingin istirahat lebih lama juga tidak apa-apa. Apalagi kalau antrian penuh, belum tentu kita kebagian sesi selanjutnya dalam 1 jam ke depan. Karena itu bagi mereka yang sudah biasa, kadang suka ada yang minta satu sesi diborong 2 jam sekaligus.
30 menit pertama dalam tabung kita disarankan untuk tidak melakukan aktivitas apapun selain diam dan berbaring, atau miring ke kiri/kanan senyamannya kita saja. Setelah 30 menit, barulah boleh lakukan aktivitas lain seperti membaca buku misalnya, karena saya lihat juga ada beberapa pasien yang santai baca buku di dalam tabung.
Sekitar 10 menit sebelum terapi usai, petugas akan mengetuk kaca dan memberi isyarat untuk berbalik badan alias tengkurep sampai tabung dibuka oleh petugas. Saat itu dapat terjadi cairan hidung jadi banyak keluar, bahkan tak jarang mimisan seperti dialami oleh saya dan adik saya, karena itulah sebelum masuk tabung kita disuruh untuk ambil tisu dulu sebanyak-banyaknya yang sudah disediakan di meja petugas.
Adik saya dan ibu saya diterapi di tabung yang sama, sedangkan saya misah sendirian di tabung lain. Gak bisa dipungkiri ada sedikit rasa deg-degan saat awal di dalam tabung, apalagi pernah baca tentang kecelakaan terbakarnya chamber hiperbarik di RSAL Mintohardjo yang menewaskan 4 orang di dalamnya, yang diduga akibat korsleting listrik sehingga menyebabkan percikan api di dalam chamber dan menimbulkan kebakaran.
Pencitraan dulu sesaat sebelum masuk tabung |
Sebagai info, oksigen murni mudah terbakar, karena itu saat terapi sebaiknya lepaskan semua benda-benda yang berpotensi meledak atau menyebabkan api. Di papan pengumuman yang dipasang di ruang terapi tertulis agar kita tidak membawa barang-barang berikut ke dalam tabung.
- Pemantik Api / korek gas
- Minyak angin
- Semprotan parfum / hair spray
- Remote kendaraan bermotor
- Handphone
- Dan barang-barang mudah terbakar atau meledak lainnya. Mungkin seperti pistol, dinamit, bazooka, hingga rudal nuklir.
Di dalam tabung terdapat timer dan pengukur suhu. Suhu di dalam tabung berkisar antara 24-25 derajat celcius. Cukup dingin apalagi kalau terapi dilakukan di pagi hari saat udara masih dingin. Tapi kita tidak disarankan memakai jaket ataupun penghangat lainnya. Bahkan yang berkerudung pun katanya sebaiknya dilepas dulu kerudungnya supaya lebih maksimal terapinya.
Suasana di dalam tabung terapi Oxybaric |
Nah, 2-3 menit pertama inilah yang terasa menyiksa, karena selain merasakan telinga tersumbat, telinga sebelah kanan saya terasa sakit yang menjalar sampai ke leher. Sakitnya agak tidak tertahankan sampai pengen teriak rasanya, tapi saya berusaha bertahan, mengatur napas, dan secara tak sengaja menemukan trik mengurangi rasa sakitnya yaitu dengan cara berbaring menyamping, dengan posisi telinga yang sakit berada di bawah, dan disertai dengan menelan ludah berkali-kali.
Sedangkan adik saya merasakan sakitnya sampai ke tempurung kepala, sehingga dia sempat menggedor-gedor kaca dan melambaikan tangan ke arah kamera, karena khawatir ada yang salah dengan terapinya.
Tapi petugas memberitahu bahwa itu tidak apa-apa, adik saya diminta bertahan 2 menitan saja. Dan memang, sekitar 3-5 menit kemudian rasa sakit di telinga itu pun hilang, suasana pun menjadi damai sentosa kembali, sisanya tinggal rileks menikmati terapi.
Sebenarnya di dalam tabung ada tombol bantuan untuk menghubungi petugas jika terjadi apa-apa, tetapi di tabung yang dimasuki adik saya dan ibu saya kebetulan tidak ada alat komunikasinya, mungkin karena sedang rusak atau belum terpasang. Dan sejauh ini kabarnya tidak ada yang sampai menghubungi petugas karena hal yang gawat kecuali efek sakit telinga saja.
Soal sakit telinga ini ternyata ada perbedaan informasi dari petugas dan dari Pak Steve sendiri. Menurut Pak Steve ketika adik saya bertanya tentang sakit telinga yang tak tertahankan saat terapi, Pak Steve bilang harusnya tekanan oksigennya disetel bertahap dari rendah ke tinggi. Tetapi menurut salah satu petugas malah lain lagi infonya, dia bilang justru harus disetel tinggi dari awal biar lebih efektif terapinya.
Entah mana yang benar, tapi saran saya jika Anda baru pertama kali terapi Oxybaric dan khawatir tidak kuat menahan sakit telinga, maka sebaiknya minta petugas untuk menaikkan tekanan oksigen secara bertahap. Adik saya melakukan itu, pada sesi kedua dan berikutnya dia minta diterapi dengan tekanan oksigen yang bertahap sehingga tidak merasakan sakit lagi di telinganya. Sedangkan saya tetap bertahan dengan tekanan oksigen normal, meskipun sesi yang kedua telinga saya jadi lebih sakit, tapi ketika memasuki sesi 3 dan sesi terakhir, saya sudah tidak merasakan sakit telinga lagi.
Nah, karena efek sakit telinga yang masih terasa setelah sesi terapi inilah, kami batal terapi 3 sesi dalam sehari, sehingga memutuskan untuk menjalani 2 sesi saja dulu dan menginap sehari untuk kemudian esok harinya lanjut 2 sesi terapi lagi sebelum pulang ke Bandung.
Saat sudah melewati 5 menit pertama terapi, saya berusaha untuk tidak menganalisa dan mikirin sembuh atau nggak, pokoknya pasrah dan dinikmati saja. Toh namanya juga ikhtiar. Hasilnya saya ketiduran dan tahu-tahu kaca diketuk oleh petugas pertanda saya harus tengkurep. Tapi pada sesi pertama saya gak ngeh kalau itu isyarat untuk tengkurep, saya pikir itu tanda saya dibangunin karena terapi mau selesai wkwkwk.
Sesi berikutnya saat saya tengkurep, saya baru sadar bahwa semprotan oksigen jadi berada tepat di ubun-ubun, dan 5 menit menjelang tabung dibuka, tekanannya mendadak menjadi semakin tinggi sehingga saya merasakan dingin di kepala, telinga jadi agak sakit lagi, dan baru sadar ketika ada darah menetes dari hidung meski tidak sebanyak adik saya yang mimisannya parah.
Tapi karena sudah tahu itu efek detox, saya tidak khawatir. Lagipula sesi terakhir sudah berkurang banyak mimisannya, dan habis terapi rasanya badan jadi fresh. Efeknya terasa saat bangun tidur, karena tidur lebih pulas dan bangun jadi lebih segar. Tapi setelah sesi pertama dan kedua, memang sakit di telinga masih terasa. Bahkan adik saya masih merasa agak sakit saat bangun tidur keesokan harinya.
Jadi kalau berdasarkan pengalaman sih, kalau Anda merasakan sakit telinga di sesi pertama, mungkin sebaiknya sesi berikutnya jangan terlalu dekat. Ambil jarak 2-3 jam saja dari sesi pertama ke sesi kedua. Karena saya merasakan sendiri kalau jarak dari satu sesi pertama ke sesi kedua terlalu dekat, telinga masih belum benar-benar pulih dan masih berasa sakit. Sehingga kalau langsung terapi lagi satu jam berikutnya, justru malah berefek telinga lebih sakit lagi pada menit-menit awal sesi kedua.
Untuk hal ini sebaiknya Anda konsultasi dulu dengan Pak Steve sebelum terapi, karena beliau akan kasih instruksi ke staffnya untuk mengatur setelan tekanan oksigen. Dan meskipun Pak Steve tidak cerita tentang efek samping dari terapi ini, jika Anda Googling tentang efek samping terapi hiperbarik, maka Anda juga menemukan informasi yang mengatakan bahwa jika dosis oksigen yang diberikan tidak disesuaikan dengan kondisi pasien, maka ada resiko efek samping sebagai berikut:
- Kerusakan paru-paru
- Kerusakan di bagian sinus
- Kebocoran atau keluarnya cairan dari telinga bagian dalam
- Perubahan penglihatan yang menyebabkan rabun jauh atau myopia
- Keracunan oksigen yang dapat berakibat kegagalan pernapasan, cairan di paru-paru, atau kejang
- Kelelahan atau kelaparan setelah terapi
Secara umum, efek samping yang terjadi biasanya bersifat ringan selama terapi oksigen hiperbarik tak berlangsung lebih dari 2 jam dan tekanan di dalam ruangan kurang dari 3 kali dari tekanan normal atmosfir.
Total terapi yang saya jalani bersama adik dan ibu saya hanya dua hari saja sebanyak 4 sesi saja, karena kami sedang banyak urusan di Bandung. Tapi ibu saya rencananya mau balik lagi dan ingin terapi selama seminggu karena sudah merasakan sakit pinggangnya sembuh setelah terapi meskipun lututnya yang sakit belum terasa ada perbaikan.
Sementara adik saya baru merasakan nafasnya jadi lebih lega dan panjang, sedangkan ketegangan otot lehernya belum terasa ada perubahan.
Saya sendiri merasakan sakit pinggang berkurang meski tidak signifikan. Tetapi engkel kiri saya yang cedera saat latihan parkour dan tidak kunjung sembuh juga meski sudah beberapa kali diurut, ternyata hilang sakitnya. Selain itu, entah rematik atau apa namanya, saya biasanya bangun tidur dengan kedua tangan yang kesemutan dan jari-jari yang kaku. Tetapi sehari setelah terapi, saya tidak lagi merasakan kesemutan. Jadi walaupun pinggang saya belum 100% sembuh, tapi ada penyakit lain yang sembuh dari 4 sesi terapi selama dua hari tersebut.
Mungkin yang berikutnya saya juga mau atur waktu untuk terapi selama 1 minggu bersama ibu, adik, dan rencananya kakak dan ipar saya.
Oya, menurut petugas, efek terapi Oxybaric ini ada yang dirasakan langsung, tapi ada juga yang baru bereaksi setelah pasien pulang ke rumah. Malah kadang detox bisa terjadi justru setelah pasien pulang ke rumah. Jadi kasusnya bisa beda-beda tiap orang. Jadi kalau misalnya Anda terapi selama 3-7 hari tapi tidak merasakan apapun, maka hanya ada tiga kemungkinan.
- Sesi terapinya kurang
- Efeknya baru terasa setelah terapi
- Mungkin bukan jalannya sembuh lewat terapi tersebut
Meskipun demikian, berikut adalah beberapa manfaat dari terapi Oxybaric yang sudah terbukti khasiatnya.
- Melancarkan sirkulasi darah
- Mengencangkan kulit yang berkerut karena penuaan
- Mempercepat proses penyembuhan luka luar
- Mempercepat penyembuhan cedera olahraga
- Membantu pemulihan pasca terapi radiasi
- Membantu menghilangkan ketergantungan narkoba atau alkohol
- Menekan radikal bebas
- Meningkatkan kebugaran dan vitalitas tubuh
- Menjaga tubuh tetap sehat, cantik, dan awet muda (Ganteng kok gak ada ya?)
- Stroke
- Diabetes
- Jantung
- Migrain
- Epilepsi
- Bronchitis
- Asthma
- Darah tinggi
- Parkinson
- Alzheimer
- Pikun
- Hepatitis
- Disfungsi ereksi
- Kemandulan
- Stress
- Insomnia
- Glaukoma
- Autis
- Cerebral palsy
- Syaraf kejepit
- Kanker usus
- Lupus
- Gangguan jiwa
- Dll.
Kurang lebih Anda butuh biaya Rp.1.380.000 jika menjalani terapi minimal 3 hari dengan 3 sesi per hari dan menginap di kamar dengan biaya 100 ribu per hari (kamar mandi luar). Masih termasuk murah untuk terapi seperti itu kalau menurut saya jika dibandingkan menjalani terapi hiperbarik di rumah sakit yang bisa mencapai 300 ribu - 400 ribu per sesinya, sehari saja bisa kena sejutaan kalau ambil 3 sesi.
Tapi kalau Anda lebih suka di rumah sakit yang menyediakan terapi hiperbarik karena lebih dekat dari rumah, atau lebih dekat dengan lokasi cabang Oxybaric di kota Anda, maka Anda pun bisa menjalani terapi di sana dan tidak harus jauh-jauh ke Sukabumi.
Nah, demikianlah tulisan panjang tentang pengalaman pertama menjalani terapi Oxybaric. Saya bukan marketing Oxybaric dan tidak punya afiliasi apapun dengan Oxybaric Center. Tulisan ini sekedar menyampaikan pengalaman saya dalam menjalani terapi Oxybaric, siapa tahu bermanfaat bagi yang membutuhkan informasinya, karena kalau saya Googling tentang terapi ini, sejauh saya browsing, saya belum menemukan tulisan yang benar-benar detail tentang pengalaman menjalani terapi Oxybaric atau hyperbaric.
Saya juga gak menjamin Anda pasti sembuh kalau menjalani terapi ini, karena sekali lagi terapi ini hanya ikhtiar kita dalam mencari kesembuhan. Tetapi gak ada salahnya dicoba.
Jadi kalau ditanya apakah saya merekomendasikan? Maka jawabannya adalah...
“Kalau saya sih yes, gak tahu kalau Mas Anang”.
Demikian semoga bermanfaat.
No comments :
Post a Comment